Agama bukan mie instan

Belakangan ini, seiring dengan ramainya media sosial, orang banyak yang mendadak jadi orang pintar, mulai dari ustad,ilmuwan, cendikiawan sampai paranormal dadakan. ditambah lagi dengan perkembangan internet yang boleh dikatakan semakin mudah diakses dimana-mana. kadang kopi paste sana-sini.

Satu hal yang tidak kalah ramai di posting juga adalah masalah agama. ya agama. dalam definisi lama a: tidak, gama: kacau. alias tidak kacau. orang-orang mendadak jadi alim dan religius di media sosial baik facebook, twitter,bbm,instagram,telegram mau pun whatsapp. update status istilahnya dengan disertai dalil sana-sini. wah luar biasa.

Aku sendiri punya sedikit pengalaman menggelitik, suatu ketika aku yang 24 jam online memposting sebuah status terkait pandangan keagamaan. tiba-tiba seorang alumni berkomentar “pak itu sesat,jangan diikuti“, busyet dech lama tak pernah jumpa tiba-tiba langsung komen sesat aja. hahahaha. Aku sedikit penasaran kok bisa yah.

aku balik tanya “kok bisa sesat???”.

dijawab ” ia pak sesat kata pak ustad”

aku tanya lagi ” ustad siapa???”

doi menjawab :”ustad anu pak”

aku tanya lagi: “wah hebat, ketemu dimana dengan ustad anu???”

doi jawab lagi : “itu pak di youtube sama di facebook, kan banyak, aku sih belum pernah ketemu pak”

Aku tanya lagi: ” ooowh begitu yah”

Ternyata pengaruh media sosial sangat luar biasa, belajar dengan begitu mudahnya. hal yang hampir serupa juga terjadi dilingkungan kerjaku, ahir-ahir ini banyak sekali guru di sekolah tempatku mengajar dengan basik non agama tiba-tiba jadi rajin berbicara masalah agama. usut-punya usut ternyata referensi utamanya adalah media sosial terutama you tube.

Agak sedikit geli-geli gimana gitu, mungkin jika itu menjadi konsumsi pribadi tidak masalah, santai saja. tetapi jika ini seolah-olah menjadi sebuah kebenaran tunggal dan dipaksakan ini yang menjadi masalah. sementara pemahaman dasar agama mereka sangat minim. taruhlah misalnya pemahaman terhadap bahasa arab, sebagai bahasa utama Al-Quran dan Al-Hadits.

Perlu digaris bawahi, bahwa belajar agama berbeda dengan belajar ilmu yang lainnya. belajar agama mutlak harus dibimbing oleh seorang ustad atau kyai. belajar agama juga harus runtun, tertib. ada level-levelnya tidak bisa asal saja.

Agama bukan mie instan yang bisa sajikan secara instan. tinggal seduh terus makan. apalagi cakrawala Ilmu Agama khususnya Islam sangat luas sekali. kita tidak bisa mengklaim kebenaran tunggal dan menyatakan pendapat atau madhab yang lain salah. disinilah pentingnya sebuah proses untuk mempelajari agama secara tertib.

Ada baiknya ketika kita mengaji lewat media sosial seperti you tube dan lain sebagainya untuk bisa menyaringnya atau bertanya kepada Ulama yang mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni. jangan asal telan apa lagi dipaksakan kepada orang lain. sekali lagi belajar agama tidak seperti merebus mie instan.