
Sore tadi sekitar jam 15.43 aku pulang dari sekolah tempatku mengajar, cuaca agak kelihatan mendung, dari kejauhan nampak hujan sudah mulai turun. aku masih agak malas memakai mantel, ku pacu sepeda motorku. Cuaca semakin gelap, ku sempatkan mampir disebuah mini market ya sekedar cari oleh-oleh ringan buat si buah hati belahan jiwa penyemangat hidup.
Karena cuaca semakin gelap, aku pakai deh mantelku, sengaja pakai dobel biar agak hangatan dikit, hehe. menjelang memasuki daerahku, wih hujan begitu derasnya. berlawanan arah dengan laju sepeda motorku, panggil saja namanya Cakra, ya Cakra sepeda motor tua sahabat sejati yang gak pernah ngeluh, selalu smart dan enerjik.
Aku dan cakra agak sedikit was-was untuk melanjutkan perjalan, pasalnya hujan semakin deras, air mengalir dan menggenangi sepanjang jalan. takutnya cakra masuk angin kedinginan. ah Bismillah saja aku fikir untuk terus melaju bersama Cakra.
Hujan semakin deras, beberapa badan jalan tergenang air cukup tinggi, berat rasanya. sekali lagi kasihan dengan si Cakra. walau pun aku lihat cakra masih semangat melaju. meski dengan kecepatan yang sangat minim.
Satu hal yang menurut aku menarik adalah bahasa alam, yah bahasa alam semesta, dimana angin berhembus begitu kencang tanpa aling-aling , ya tanpa aling-aling bahasa jawa nya. sebab pepohonan di perbukitan sudah mulai habis ditebang oleh manusia. boleh dikatana digunduli. eksplotasi alam raya. efeknya laju angin begitu bebas. untungnya bukan puting beliung atau badai topan.
Air, ya air hujan yang begitu deras, mengalir dan menggenangi badan jalan, mereka melaju bukan ditempatnya, sebab tempat direbut oleh tangan-tangan jahil manusia, manusia mempersempit bahkan menutup ruang gerak air. dampaknya air meluber kemana-mana, efek terparhnya adalah banjir. manusia dengan segala keserakahannya telah merebut jalan angin, jalan air dan lain sebagainya.
Sungai sebagai jalan air dipersempit dibangun ruko-ruko, gedung-gedung. manusia lupa semakin sempit jalan air maka semakin dekat juga dengan banjir. manusia tahu tapi enggan mengamalkannya. keserakahan dan ambisi menutup mata untuk memberikan ruang gerak yang cukup untuk udara berhembus, air mengalir dan ruang hijau.
Jikalau banjir datang, longsor datang, badai datang semestinya manusia tak mengeluh, menyalhkan sana-sini bahkan terkadang menyalahkan Tuhan. mereka lupa bahwa musibah dan bencana seringnya akibat ulah tangan mereka sendiri.
Manusia lupa, peringatan Tuhan dalam surat Ar-Rum ayat 41 :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).
Hiduplah dengan damai, berikan apa yang menjadi hak alam semesta, jangan rusak ruang gerak alam semesta. cintai dan rawatlah alam semesta.