
Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, manusia dibekali nafsu dan akal pikiran. memiliki daya kreatifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan mahluk yang lainnya. Manusia sering digambarkan dalam berbagai sudut pandang.
Dalam tataran bahasa manusia sering disebut sebagai Homo Symbolism, atau mahluk pencipta simbol-simbol kebahasaan sebagai sarana interaksi sehari-hari. ciri khas yang melekat pada manusia dalam bergaul dengan sesamanya. dan boleh dikatakan lebih sempurna dibanding mahluk lain. manusia mampu menciptakan simbol kebahasaan baik secara lisan mau pun tulisan.
Pada ranah ekonomi, manusia sering disebut sebagai homo economicus, mahluk yang bergaul dengan sesamaanya dalam bentuk perekonomian, berserikat berdagang dan berkebutuhan lainnya.
Dalam wilayah sosial kemasyarakatan manusia juga sering di sebut sebagai homo socialism atau mahluk sosial. dimana manusia hidup secara berkelompok, berkeluarga, bersuku-suku,berbangsa dan bernegara. manusia tidak bisa hidup sendiri manusia membutuhkan manusia lainnya untuk melangsungkan kehidupannya.
dalam Islam, manusia sering disebutkan dengan tiga istilah, ada basar, Nass dan Insan. masing-masing memilik makna yang berbeda-beda sesuai dengan istilahnya.
Manusia sering disebut sebagai mahluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna. manusia memiliki kelebihan dibanding mahluk yang lainnya. para Tokoh banyak membahas tentang kesempurnaan manusia. salah satunya adalah Ibnu Miskawaih, Bapak Filsafat Etika, di era Klasik. Aku sendiri sudah membahas tentang beliau pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Ibnu Miskawaih punya pandangan yang menarik tentang manusia sempurna, setidaknya menurut aku. Manusia sempurna dalam bahasa arab sering disebutkan dengan istilah Insan Kamil (الانسان الكامل), terdiri dari dua suku kata Insan dan kamil. insan berarti manusia, sedangkan kamil berarti sempurna, jadi secara bahasa Insan Kamil berarti manusia sempurna.
Dalam pandangan para Tokoh, istilah kamil yang melekat pada manusia mencakup potensi manusia yang komplek. manusia sempurna baik zat mau pun sifatnya. kesempurnaan tersebut dilengkapi dengan kemampuan keilmuan yang ada dalam diri manusia.
Abudin Nata dalam Akhlak Tasawuf menjelaskan bahwa insan kamil lebih ditunjukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya yang bersifat batin, dan bukan pada manusia dari dimensi basyariahnya. Pembinaan kesempurnaan basyariah bukan menjadi bidang garapan tasawuf, tetapi menjadi garapan fikih. Dengan perpaduan fikih dan tasawuf inilah insan kamil akan lebih terbina lagi. Namun insan kamil lebih ditekankan pada manusia yang sempurna dari segi insaniyahnya, atau segi potensi intelektual, rohaniah lainnya itu.
Bersambung dulu akh……