
Suatu ketika aku main ke rumah seorang teman yang kenalan tak sengaja, distributor aksesoris komputer kecil-kecilan disebuah kota bernama Purwokerto. Kebetulan temanku sedang mengikuti acara pengajian mingguan di Musola tidak jauh dari rumahnya. Wal hasil aku disuruh nunggu sebentar. Untungnya dipertigaan jalan sebelum masuk ke komplek perumahannya aku sempatkan mampir dan beli gorengan, jadi ada teman buat menunggu, hehe kan kata orang “menunggu adalah sesuatu yang membosankan”, mending saja kalau ditemani cemilan gorengan meski tanpa kopi.
Sambil menikmati gorengan, iseng-iseng aku ikut nyimak tausiah dari pak ustad di Musola tadi, menurut beliau, orang jepang itu kalau mau membuang sampah dan tidak menemukan tempat sampah, maka ia akan menyimpan dulu sampahnya sampai ketemu tempat sampah baru membuangnya. Begitu juga ketika mau menyebrang jalan, orang jepang harus di zebra cross alias jalur penyebranngan dan tidak mau slonong bot asal nyebrang saja. Perilaku seperti ini, menurut pak Ustad berbeda dengan orang kita di Indonesia. Mau buang sampah tinggal lempar saja, hak perdukunan tempatnya atau bukan, terkadang ada tulisan “dilarang buang sampai ditempat ini” saja masih dilanggarnya. Tidak jauh beda saat mau menyebrang jalan, boro-boro mencari jalur penyebrangan, tengok kanan kiri saja kadang diabaikan.
Rasanya kok ngena banget yah ceramah pak Ustad tadi, bikin jantung berdebar-debar Gak Karuan saja. Tapi memang benar sih masyarakat kita memang begitu. Mungkin karena terlalu sakti yah hehehe.
Satu hal yang agak membuat dahi menciut juga, saat aku baca sebuah berita, bahwa dijepang siswa kelas 1-3 sekolah dasar tidak diajarkan materi pelajaran kaya di negara kita, melainkan yang diajarkan adalah etika, sopan santun atau akhlak. Mereka diajarkan bagaimana makan yang benar, bagaimana menghormati orang tua, dan lain sebagainya. Agama yang dianut masyarakat jepang adalah shinto alias menyembah matahari.
Lain cerita, suatu ketika aku main kerumah seorang teman yang jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh, iseng aku ambil sepeda motorku ku pakai helmku. Lantas ku pacu melucur. Seorang teman yang kategorinya seorang yang akademis bertanya padaku, mungkin ini adalah semacam pertanyaan teroris yang tak membutuhkan jawaban atau apalah yang semacamnya.
“hai kau ini,dekat aja pakai helm?” tanyanya sambil nggeglek
“maklum aku bukan orang sakti hehehehe”jawabku sambil ngakak
Lagi-lagi kita tahu, tapi kadang kita enggan mempraktekan, seperti kata pak Ustad tadi level kita masih learning to know belum sampai pada level learning to be, kita masih belajar untuk tahu saja titik, belum sampai pada level belajar untuk menjadi, yah kalau pun ada mungkin sekelompok kecil saja, mayoritas kita masih begitu. Mungkin butuh proses untuk menaikan level ke jenjang learn to be. Pada ahirnya harus aku katakan mari kita nikmati proses ini, meski pun berat tapi manis pada ahirnya.
Wallahu A’lam…