
Ku teguk secangkir kopi hitam di ujung malam, bintang dan rembulan yang masih sealis nampak malu-malu menyapaku di beranda rumah. remang cahaya philips 5 watt kian menambah hangat suasana malam. aku tertegun dengan segudang angan dan harapan yang belum sempat tergapai. ini penghujung ramadhn tahun ini. orang-orang mulai sibuk ini itu meyambut hari kemenangan. jalan-jalan, pertokoan, mall dan pasar kian ramai. meski ada larangan pemerintah untuk tidak keluar rumah efek covid-19 yang mulai melanda negeriku maret lalu 2020.
Sesekali aku tengok kenangan lalu. aku, tom, kris dan kawan-kawan lainnya, biasa mengisi malam dengan duduk-duduk bersednau gurau sambil menunggu waktu yang pas buat tong-tong prek. ya itu kebiasaan kami dulu, sebagai bentuk partisipasi sederhana dalam rangka membangunkan warga untuk menyiapkan santap sahur. sebuah tradisi yang turun-temurun dan perlahan mulai punah, diganti dengan era digital yang mungkin bagi kami tak seindah dulu.
ini sudah hampir 20 tahun yang lalu, ketika kita sedang enerjik-enerjiknya menikmati masa remaja. ah sudahlah biar kenangan itu tertulis indah dalam jiwa- masing-masing kita. hari ini dan esok pagi, kita sudah berada pada rel kehidupan masing-masing. mungkin hanya secangkir kopi dan sebatang rokok yang terus menemani sebuah perjalanan. bersama jangkrik dan binatang malam lainnya yang hampir punah. yang jelas kehidupan yang sekarang jauh lebih keras dari semasa kita dulu.
Aku ingat Tom, yang sudah lama menjadi pejabat kampus ternama, sesekali aku membuka ponselku, melihatnya sedang menyampaikan pesan tausiyahnya kepada para audien. “kesalehan sosial kita diuji pada bulan yang penuh barokah ini” kata Tom dalam salah satu tausiyah paginya. aku ingat betul, Tom memang religius dan sosialis. ia tak segan-segan membantu siapa saja yang patut ia bantu, kecuali aku. “Aku percaya padamu, pasti kamu bisa” kata-kata Tom ketika aku memintanya masukan. ah Tom memang terlalu bersahaja.
Menjelang ahir bulan ini, aku melihat banyak orang menangis tanpa air mata, di pasar-pasar, di mall-mall harga-harga melambung tinggi. tentunya aku bukan tom yang serba berkecukupan. asal bisa makan sekeluarga saja sudah alhamdulillah. lupakan semua isi mall-mall dan pasar modern.
Malam semakin larut, jari-jemariku belum lelah merangkai satu dua baris kalimat, aku teringat mereka yang dijalanan, aku teringat mereka yang dikolong jembatan, aku teringat mereka yang baru saja di-PHK efek Covid-19, aku teringat tausiyah tom tentang kesalehan sosial, yah aku teringat itu, tapi aku tak sanggup berbuat apa-apa selain berdoa dan berharap yang terbaik.
di sudut sana ada banyak yang menderita, tak sanggup sekedar untuk membeli singkong di pasar. di sudut sana ada yang sedang asyik berebut jabatan, mainkan bisnis ditengah wabah demi ambisi dan kekuasaan. aku ingat tausyiah tom tentang kesalehan sosialnya.
Pada ahirnya aku harus tertegun, dengan tatapan mata kosong, kesalehan sosial kita terkadang kalah jauh dengan kesalehan pribadi kita yang memang menggiurkan dan penuh gengsi. Asyik buat dipajang di media sosial, perbanyak like,bangga lupa jika ikhlas dan ria sangat tipis jaraknya.